Waspada, Januari Hingga Maret Rawan Bencana Alam
BMKG Ingatkan Warga Untuk Waspada
SAMARINDA, POJOKALTIM- Memasuki Triwulan I tahun ini, kondisi cuaca dan iklim di Tanah Air terbilang berisiko tinggi. Sejak Januari hingga Maret, warga diminta untuk tingkatkan kewaspadaan.
Seperti dikutip dari laman bmkg.go.id, pemerintah melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi multi risiko.
Baik dari aspek cuaca, iklim, gempa atau tsunami yang semakin meningkat terutama memasuki Januari, Februari hingga Maret 2021.
"Sampai Maret masih ada potensi multirisiko, tapi untuk hidrometeorologi puncaknya pada Januari-Februari. Tapi seiring dengan itu, potensi kegempaan juga meningkat, mohon kewaspadaan masyarakat," kata kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Dijelaskan, sejak Oktober 2020, BMKG telah mengeluarkan informasi potensi bencana bersamaan dengan prakiraan musim hujan. Bahkan sejak awal Januari 2021, sejumlah daerah mengalami bencana banjir dan tanah longsor akibat peningkatan curah hujan.
Begitu pula dengan potensi kegempaan, gempa dengan kekuatan signifikan terjadi disejumlah daerah, yang terbaru gempa dengan magnitudo 5,9 yang mengguncang Majene Provinsi Sulawesi Barat pada Kamis (14/1/2021) pukul 13.35.49 WIB.
Kemudian gempa tektonik dengan kekuatan yang lebih besar M6,2 terjadi pada Jumat (15/1/2021) dinihari pukul 01.28 WIB yang lebih mengguncang dan merusak.
Gempa Berulang
Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Bambang Setiyo Prayitno, episenter Gempa Majene 14-15 Januari 2021 sangat berdekatan dengan sumber gempa yang memicu tsunami pada 23 Februari 1969 dengan kekuatan 6,9 pada kedalaman 13 Km.
"Sebelumnya pernah terjadi gempa pada 1969 yang menimbulkan tsunami empat meter. Saat itu gempa menyebabkan 64 orang meninggal, 97 luka-luka dan 1.287 rumah serta masjid rusak," jelas Bambang.
Hal senada diungkapkan Koordinator Bidang Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, bahwa gempa yang terjadi di Majene merupakan perulangan gempa pada 1969 karena dibangkitkan oleh sumber yang sama yaitu Sesar Naik Mamuju (Mamuju thrust). Namun saat itu pusat gempa berada di laut sehingga menimbulkan tsunami.
"Sesar Naik Mamuju ini sangat aktif. Dari sebaran gempa utama dan susulan yang terjadi sejak 14-15 Januari, ada tiga yang bisa kita kenali sumbernya dan memiliki kesamaan dengan gempa masa lalu," tambah Daryono.
Berdasarkan data dan historis, telah terjadi tiga gempa dan tsunami merusak di sekitar Majene yaitu pada 11 April 1967 dengan magnitudo 6,3 di Polewali Mandar yang menimbulkan tsunami dan menyebabkan 13 orang meninggal.
Kemudian pad 23 Februari 1969 di Majene dengan magnitudo 6,9 menyebabkan 64 orang meninggal, 97 luka dan 1.287 rumah rusak di empat desa. Serta pada 8 Januari 1984 dengan magnitudo 6,7 di Mamuju namun tidak ada catatan korban jiwa tapi banyak rumah yang rusak.
Waspada Banjir
Selain peningkatan potensi kegempaan, saat ini juga sudah memasuki puncak musim hujan sehingga patut diwaspadai peningkatan potensi bencana hidrometeorologi kata Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Dodo Gunawan.
"Januari-Februari memasuki puncak musim hujan karena itu perlu ditingkatkan kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi," kata Dodo.
Berdasarkan data BMKG pada Dasarian III Januari 2021 terdapat daerah dengan potensi banjir menengah yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara, Maluku dan Papua.
Deputi bidang Meteorologi Guswanto mengatakan, saat ini ada beberapa fenomena cuaca yang harus diwaspadai yaitu MJO (Madden Julian Oscillation) serta fenomena lokal, regional dan global.
MJO saat ini teramati sedang aktif di wilayah Samudra Hindia sebelah barat Sumatera. Fenomena gelombang asmosfer (Kelvin Wave) diprakirakan cukup aktif di sebagian wilayah Indonesia bagian timur periode 14-17 Januari 2021.
Sedangkan Angin Monsun Asia mengalami penurunan intensitas dalam sepekan terakhir dan diperkirakan akan meningkat kembali dalam sepekan ke depan. Sementara suhu muka laut masih relatif hangat.
BMKG memprakirakan pada periode 16-21 Januari 2021 potensi hujan lebat dengan intensitas sedang-lebat terdapat di wilayah, Aceh, Sumatera Utara, Jami, Sumatera Selatan, anten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Malukua, Papua Barat dan Papua.
Pada tujuh hari ke depan juga terdapat prospek pertumbuhan awan konvektif (Cumulonimbus) dengan prosentase tutupan awan hingga 50-75 persen di Aceh dan Sumatera Utara, Samudra Hindia sebelah barat Sumatera, Sumatera Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, perairan selatan Pulau Jawa, NTB, NTT, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Laut Jawa. Perairan Selat Makassar, sebagian besar Sulawesi, Laut Sulawesi, Kepulauan Halmahera dan Kepulauan Maluku.
Serta potensi tutupan awan Cumulonimbus diatas 75 persen di Riau, Kepulauan Riau, perairan Natuna, Bangka Belitung, perairan utara Kepulauan Halmahera.
Prakiraan potensi pertumbuhan awan konvektif periode Desember 2020-Januari 2021 yang menghasilkan gangguan penerbangan berpotensi pada sebagian besar wilayah Indonesia bagian tengah hingga bagian timur.
Wilayah paling berpotensi pertumbuhan awan konvektif terbesar terjadi di sekitar wilayah NTB hingga NTT pada periode tersebut.
BMKG juga memprakirakan potensi gelombang tinggi periode 15 - 24 Januari 2021 yaitu dengan ketinggian 2.5 - 4.0 meter (Rough Sea) berpeluang terjadi di Perairan barat Lampung, Selat Sunda bag.barat dan selatan, Perairan selatan Pulau Jawa, Samudra Hindia barat Lampung hingga selatan NTB, Laut Natuna, Perairan Kep. Anambas, Perairan timur Kep. Bintan - Kep. Lingga, Laut Jawa bagian Timur, Selat Makassar bagian selatan, Laut Sulawesi, Perairan Kep. Sangihe - Kep. Talaud,Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua.
Selanjutnya tinggi Gelombang 4.0 - 6.0 meter (Very Rough Sea) berpeluang terjadi di Perairan utara Kepulauan Natuna dan tinggi Gelombang lebih dari 6.0 meter (Extrem Sea) berpeluang terjadi di Laut Natuna Utara.
Jadi untuk saat ini di dalam periode puncak musim hujan ini, masyarakat diimbau utk tetap terus mewaspadai potensi multi-bencana hydrometeorologi, gempabumi dan tsunami. (aka)