HENTIKAN AKSI PERUNDUNGAN...!!!

Perundungan. Sebuah aksi konyol dan bodoh dilakukan oleh sekelompok orang terhadap yang lemah, terus saja terjadi. Tak hanya di negeri ini, perundungan memang ada di semua bagian belahan dunia. Bagaimana sikap kita melihat fenomena ini? Apa yang harus kita lakukan jika ternyata anggota keluarga kita yang menjadi korban atau malah pelaku perundungan itu sendiri?

=POJOKALTIM, Liputan Khusus

Kali ini, kami mencoba riset mengenai pembulian, atau disebut perundungan, bahasa asingnya: bullying. Kegiatan perundungan kemungkinan dimulai sejak ratusan ribu tahun lalu. Persisnya ketika manusia purba Neandhertal digantikan oleh manusia Homo Sapiens yang jauh lebih kuat dan berkembang.

Pada saat itu, sejarah merekam perilaku bullying yang merupakan tindakan eksploitasi terhadap yang lemah oleh yang kuat dengan tujuan tertentu. Hal tersebut juga didukung oleh konsep tentang bullying yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1973 oleh Olweus, bahwa bullying adalah perilaku agresif negatif terhadap individu lain yang dilakukan secara berulang kali dan tidak ada keseimbangan dalam kekuatan dan kekuasaan pelaku. 

Pada dasarnya seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, perilaku ini dilakukan oleh pelaku dengan menampilkan sifat dominasi untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya. Sehingga bullying akan terjadi untuk menindas seseorang yang memiliki kelebihan, namun kelebihan tersebut tidak dimiliki oleh pelaku. Bahwa tujuan dari bullying adalah sifat dominasi dan usaha yang dilakukan oleh pelaku untuk menutupi kekurangannya. Bisa juga disimpulkan, perundngan merupakan tindakan bodoh orang-orang yang berusaha terlihat superior di mata orang lain.

Ya, bisa disimpulkan begitu.

Tengok saja video perundungan yang marak di media sosial. Betapa pelaku dengan angkuhnya secara bersama-sama menindas satu orang yang lemah. Bahkan, dengan bangganya aksi mereka terekam oleh kamera ponsel untuk kemudian disebarkan. Entah mereka sadar atau tidak saat melakukan itu direkam orang lain. 

Perundungan dikategorika dalam beberapa bagian. Di antaranya:

1. Kontak fisik langsung.

Bullying dalam kategori ini termasuk dalam tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.

2. Kontak verbal langsung.

 Bullying yang masuk dalam kategori verbal langsung adalah tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put- downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip. 

3. Perilaku non-verbal langsung

Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam. Biasanya perilaku ini disertai dengan bullying fisik ataupun verbal. 

4. Perilaku non-verbal tidak langsung

Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan yang berakibat retaknya hubungan, dengan sengaja mengucilkan atau mengabaikan serta mengirimkan surat kaleng.

5. Cyber bullying

Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik. Mulai dari meninggalkan komentar yang merendahkan, melakukan sindiran di media sosial, pencemaran nama baik, menyebarkan rekaman video intimidasi dan sebagainya.

6. Pelecehan seksual

Bullying yang masuk kategori ini mirip dengan bullying fisik. Hanya saja yang dijadikan objeknya adalah sisi seksualitas korban. Dari situ terlihat, bahwa hal yang biasa dianggap sepele seperti memberi panggilan nama, juga sudah dianggap bullying. Karena sebenarnya kita tidak pernah tahu bagaimana perasaan korban saat namanya di ubah dan di tertawakan oleh teman-temannya. 

Tentu, pembulian sangat berdampak negatif bagi korban. Sangat beragam kerugian dialami korban. Menurut para ahli psikolog, pembulian bisa menyebabkan:

1. Rentan Merasakan Emosi

Aspek emosional menjadi salah satu dampak bullying verbal yang dapat dirasakan oleh korban. Biasanya, korban perundungan rentan mengalami emosi seperti takut, sedih, dan marah. 

Dampak bullying menurut para ahli ini bisa berlanjut pada munculnya gejala depresi, gangguan pencernaan, atau gangguan beradaptasi bagi korban bullying.

2. Sulit Berkonsentrasi

Dampak kognitif dari perilaku bullying dapat membuat korban sulit berkonsentrasi dan memproses hal baru. Karena adanya rasa cemas, ini juga membuat korban sulit untuk membuat keputusan dan menghindari konflik.

Bahkan, dampak bullying bagi siswa juga akan membuat korban kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah.

Selain terjadi pada korban, ini juga bisa menjadi dampak bullying bagi saksi yang melihat peristiwa perundungan.

3. Tidak Percaya Diri

Dampak bullying bagi masyarakat juga bisa membuat korban tidak percaya diri. Ketika bullying yang dialami adalah kekerasan fisik, tentu bekas-bekas luka yang didapatkan dari perilaku perundungan dapat menyisakan pengalaman traumatis.

Selain itu, dampak bullying seksual juga bisa memunculkan perasaan rendah diri dan tidak berharga. 

4. Masalah Fisik

Karena menurunnya kepercayaan diri akibat kondisi fisik, ini juga bisa memunculkan gejala-gejala psikosomatis. Gangguan psikosomatis merupakan kondisi di mana munculnya penyakit fisik akibat pikiran atau emosi yang dirasakan korban.

Gejala psikosomatis yang bisa muncul adalah gastroesophageal reflux disease (GERD), tremor, atau mimisan. Menurut Iswan, ini terjadi karena korban dikuasai oleh emosi negatif, seperti takut, cemas, dan sedih.

5. Menarik Diri dari Lingkungan

Dampak bullying juga bisa terjadi pada aspek sosial. Biasanya, korban bullying akan menarik diri dari lingkungan sosial karena takut akan mendapatkan perlakuan yang sama.

Kondisi tersebut juga bisa menjadi dampak bullying di media sosial atau cyberbullying. Korban biasanya akan menarik diri dari lingkungan dan tidak akan menggunakan media sosial tertentu karena merasa takut dan cemas.

6. Sulit Membentuk Hubungan

Dalam jangka panjang, dampak bullying dapat membuat korban sulit membentuk hubungan yang saling percaya. Pasalnya, korban biasanya memiliki trust issue terhadap kelompok atau seseorang yang dekat dengan pelaku.

Misalnya, ia pernah dirundung oleh kakak tingkat. Hal ini akan membuat korban memiliki trust issue untuk berinteraksi atau satu tim dengan orang yang lebih tua.

7. Memicu Terjadinya Gangguan Mental

Dampak bullying non verbal, verbal, atau fisik dapat memicu terjadinya gangguan mental.

Berdasarkan buku yang berjudul Preventing Bullying Through Science, Policy, and Practice, peristiwa kehidupan yang membuat stres, seperti korban perundungan, dapat menyebabkan timbulnya gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan gejala kejiwaan.

Bahkan, ini juga bisa memunculkan keinginan bunuh diri yang tinggi dan peningkatan tekanan emosional.

Selain korban, aksi bullying juga berdampak bagi Pelaku. Menariknya, pelaku bisa tidak menyadari dampak psikologis yang dirasakan dari perilaku perundungan yang dilakukan. Beberapa dampak bullying bagi pelaku:

1. Terbiasa Melakukan Aktivitas Impulsif

Ini merupakan perilaku atau tindakan yang tidak diikuti dengan pemikiran tentang konsekuensi atau dampak kedepannya. Umumnya, pelaku lebih mengutamakan kondisi emosi dan keinginan sesaatnya. 

2. Empati yang Semakin Tumpul

Dampak bullying verbal bagi pelaku dapat membuat empati yang semakin lama semakin tumpul. Soalnya, pelaku bullying tidak mempedulikan kondisi korbannya.

3. Meningkatnya Perilaku Agresif

Menurut Iswan, pelaku bullying yang tidak tertangani atau tidak mendapatkan pendampingan akan menganggap bahwa pukulan kekerasan verbal maupun non-verbal sebagai salah satu cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Muncul Perilaku Antisosial yang Semakin Parah

Dampak bullying bagi pelaku juga dapat memunculkan perilaku antisosial yang lebih parah, baik itu mencuri hingga membunuh.

Pelaku merasa tidak memiliki norma atau aturan dalam berperilaku, terlebih lagi ia tidak mendapatkan pendampingan. Hal ini membuat aktivitas agresif bisa berkembang menjadi lebih buruk. 

4. Mendapatkan Label Negatif

Secara pergaulan, pelaku perundungan juga mendapatkan label negatif dari lingkungan sekitarnya.

Kondisi ini membuat pelaku tidak mendapatkan teman-teman yang baik atau support system yang baik karena perilakunya sendiri yang disruptif.

Setelah tahu akan bahaya perundungan, apa yang harus kita lakukan untuk mencegahnya?

Mencegah dan menghentikan bullying menjadi salah satu cara untuk menciptakan lingkungan yang aman. Orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya tentu punya peran penting dalam mencegah perundungan.

Adapun cara mencegah bullying yang bisa dilakukan: 

1. Bantu anak untuk memahami bully merupakan perilaku yang buruk. 

2. Beritahu korban cara untuk mendapatkan bantuan. Jaga komunikasi dengan anak agar tetap terbuka

3. Dukung anak untuk melakukan apa yang disukai

4. Berikan contoh bagaimana cara memperlakukan orang lain dengan baik

5. Ajarkan anak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara atau mengunggah sesuatu ke media sosial

6. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak

7. Orang tua juga bisa mengedukasi anak untuk berani melaporkan perundungan yang ia atau temannya alami. 

Bila anak terlanjur menjadi korban bullying, pastikan orang tua untuk terus mendampingi anak. Jika kesulitan untuk menghadapinya, jangan sungkan untuk meminta bantuan tenaga ahli seperti psikolog atau psikiater untuk mengatasi traumanya.


KASUS PERUNDUNGAN DALAM ANGKA

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis catatan Akhir Tahun (Catahu) Pendidikan 2023. angka kasus bullying di Indonesia tampak meningkat.

Kasus bullying di satuan pendidikan sepanjang 2023 mencapai 30 kasus. Di mana 80% terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek dan 20% kasus terjadi di satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama.

Ke-30 kasus merupakan kasus yang sudah dilaporkan dan diproses pihak berwenang. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu di mana FSGI mencatat 21 kasus bullying.

Sebaran Kasus Bullying dalam Catahu FSGI 2023

Dari 30 kasus tersebut, persebaran kasus terjadi di jenjang:

1. 50% terjadi di jenjang SMP/sederajat

2. 30% terjadi di jenjang SD/sederajat

3. 10% di jenjang SMA/sederajat

4. 10% di jenjang SMK/sederajat

Dari 30 kasus perundungan tersebut, ada kasus yang sampai menelan korban jiwa, yakni satu siswa SDN di Kabupaten Sukabumi dan satu santri MTs di Blitar (Jawa Timur). Keduanya meninggal dunia usai mengalami kekerasan dari teman sebaya di lingkungan satuan pendidikan.

Wilayah dengan Kasus Bullying di Catahu FSGI 2023

Adapun wilayah kejadian meliputi 12 provinsi yang mencakup locus di 24 kabupaten/kota, hal ini meningkat karena pada tahun 2022 meliputi 11 Provinsi dengan 18 kabupaten/kota. Adapun rinciannya untuk tahun 2023 adalah sebagai berikut :

1. Kabupaten Gresik, Pasuruan, Lamongan, Banyuwangi dan Biltar (Provinsi Jawa Timur)

2. Kabupaten Bogor, Garut, Bekasi, kota Bandung, Kabupaten Bandung, Sukabumi, dan Cianjur (Provinsi Jawa Barat)

3. Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Cilacap (Provinsi Jawa Tengah)

4. Jakarta Selatan (DKI Jakarta)

5. Kota Banjarmasin (Provinsi Kalimantan Selatan)

6. Kota Palangkaraya (Provinsi Kalimantan Tengah)

7. Kota Samarinda (Provinsi Kalimantan Timur)

8. Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu)

9. Samosir (Provinsi Sumatera Utara)

10. Palembang (Sumatera Selatan)

11. Halmahera Selatan (Provinsi Maluku Utara)

12. Kabupaten Muna (Sulawesi Tenggara)


Saat ini, korban dan prosedur pelaporan bullying di sekolah telah dinaungi oleh Permendikbudristek No. 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di Satuan Pendidikan (PPKSP) pada episode ke-25 Merdeka Belajar Kemendikbudristek.


DATA KPAI TENTANG PELANGGARAN TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK

Kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak hingga Agustus 2023 mencapai angka ribuan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat sebanyak 2.355.

Dari jumlah tersebut rinciannya yaitu anak sebagai korban bullying/perundungan 87 kasus, anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan 27 kasus, anak korban kebijakan pendidikan 24 kasus, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, 236 kasus, anak korban kekerasan seksual 487 kasus, serta masih banyak kasus lainnya yang tidak teradukan ke KPAI.

 Sedikitnya ada 136 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan data dari  yang terekam pemberitaan media massa dengan total 134 pelaku dan 339 korban yang 19 orang di antaranya meninggal dunia. Data ini dihimpun Yayasan Cahaya Guru pada 1 Januari-10 Desember 2023 melalui pemantauan pemberitaan media massa tersertifikasi Dewan Pers.


HARI ANTI-BULLYING INTERNASIONAL

Dilansir situs National Today, peringatan Hari Anti Bullying Sedunia berawal dari ide David Shepherd dan Travis Price di Nova Scotia, Kanada. Pada tahun 2007, mereka membeli dan membagikan 50 kaus merah muda untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Jadrien Cota.

Jadrien Cota adalah siswa laki-laki yang dibully dengan kejam pada hari pertama sekolah karena mengenakan kemeja merah muda. Sejak itu, orang-orang mengenakan kemeja merah jambu, ungu, atau biru untuk melawan perundungan.

Lantas, PBB pun menetapkan 4 Mei sebagai Hari Anti-Bullying Sedunia. Peringatan ini mengingatkan kita untuk membela siapa pun yang menghadapi perundungan tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau usia.

Bullying bisa berupa pengucapan kata-kata kasar atau juga dilakukan secara fisik (memukul, mendorong atau mengambil barang seseorang). Membiarkan seseorang keluar dari suatu kelompok atau mengabaikan mereka juga merupakan intimidasi yang bisa menjadi awalan dari tindakan bullying.

Bullying bisa membuat para korbannya menjadi sedih, takut, hingga merasa kesepian. Oleh karena itu, Hari Anti-Bullying Sedunia menjadi pengingat untuk kita agar bersikap baik dan hormat kepada semua orang di sekitar kita. (***)


Narasi: Tim pojokaltim.co.id


Sumber data dan foto: Dari berbagai berita di media online.

Share: