Muda Adalah Kekuatan

Kian banyak peran pemuda dalam kancah politik. Tak hanya internasional, politisi di bawah usia 40 tahun, juga marak di republik ini. Benarkah mereka hanya aji mumpung, adu peruntungan, atau sekadar jualan paras semata tanpa bekal ilmu dan pengetahuan bernegara yang mumpuni? Atau parahnya, sekadar dijadikan alat katrol guna mendongkrak raihan suara? 


Kiprah pemuda dalam dunia politik Tanah Air sebenarnya bukan barang baru. Peran besar mereka sudah tampak sejak zaman perjuangan. 


Dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia, kaum muda yang saat itu terbagi menjadi Kelompok Pelajar, Kelompok Sukarni, dan Kelompok Kaigun, turut membidani kelahiran republik ini.


Tak tanggung-tanggung, lebih dari 100 kaum muda yang berasal dari berbagai daerah ini melaksanakan kongres di Bandung pada Mei 1945. Berdasar sejumlah literasi media daring, tokoh muda yang hadir antara lain Djamal Ali, Chairul Saleh, serta Anwar Tjokroaminoto. Dalam kongres, para pemuda sepakat untuk bersatu melaksanakan proklamasi kemerdekaan tanpa bantuan Jepang.


Memasuki Orde Lama, kekuatan pemuda, khususnya dari kalangan mahasiswa juga sangat penting. Di era Orde Lama, medio 1966, para mahasiswa bergerak, menggelorakan Tritura. Sekian dari para aktivis saat itu di antaranya Cosmas Batubara, hingga Akbar Tanjung yang kelak mereka mendapat jabatan pada masa Orde Baru setelah Orde Lama tumbang.


Bertekuknya Orde Lama kepada Orde Baru mengisyaratkan bahwa kekuatan muda dalam politik memang tak bisa dipandang sebelah mata. Bukan pula sekadar sebuah ancaman sebatas perbincangan di kedai-kedai kopi, yang ketika sruputan terakhir habis, maka menguap pula diskusi tersebut.


Darah muda kembali menunjukkan tekanannya dalam nadi pemerintahan. Orde Baru yang dikuasai Soeharto selama 32 tahun berkuasa, TUMBANG oleh gerakan mahasiswa yang dikenal dengan angkatan 98. Fachri Hamzah, Fadli Zon, Adrian Napitulu, Fadjroel Rahman adalah sejumlah nama aktivis 98 yang kelak juga menjadi pejabat.


Di zaman milenial seperti sekarang, bagian orang-orang muda kian tampak. Transisi teknologi manual ke digital, lahir dari idealisme para orang-orang muda. Steve Job, Bill Gates, hingga Marck Zukerberg adalah sekian dari pemuda yang telah mengubah dunia.


Di negeri ini, pendiri aplikasi Gojek pun diisi barisan pemuda. Lahirnya aplikasi ini berhasil mematahkan dogma bahwa tukang ojek adalah profesi pinggiran, hanya diisi orang-orang tua. Bahwa ngojek sekadar mengantarkan penumpang. Tidak. Dengan aplikasi tersebut, semua lini kehidupan sudah terlayani.


Sekali lagi, ini menggambarkan bagaimana kekuatan dari orang-orang muda yang mampu mengubah bahkan menciptakan sistem dan tatanan kehidupan baru.


Di dunia politik, pemangku kepentingan sudah terisikan kalangan pemuda. Sanna Marin menjadi perdana menteri Finlandia termuda pada usia 34. Pada November 2018, Alexandria Ocasio Cortez dan Abby Finkenauer yang masing-masing berumur 29 dan 30 tahun, yang terpilih sebagai kongres termuda untuk Amerika Serikat.


Di Italia, Luigi DiMaio menjadi bintang kebangkitan gerakan Five Star yang populis. Di usia 33 tahun ia menjabat sebagai menteri luar negeri. Pada usia 25, menteri Pemuda & Olahraga Malaysia Syed Saddiq adalah orang termuda yang pernah bertugas di pemerintahan kabinet Malaysia.


Di Indonesia, tak sedikit pemuda yang memilih jalan hidup sebagai politikus. Bahkan ada yang menempati sebagai ketua umum. Adalah Agus Harimurti Yudhoyono yang kini mengisi posisi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Usianya: 43 tahun. 


Darah Muda di Partai Demokrat 

Kecerdasan, kelihaian, sekaligus ujian berpolitik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa terlihat dari struktur kepengurusan di Partai Demokrat. 


Tak sama dengan partai lainnya, AHY lebih banyak memilih para darah muda untuk duduk di jabatan strategis kepengurusannya. Rata-rata, tak melebihi usia 50 tahun. 


Meski begitu, anggota yang mengisi jabatan tersebut sudah berpengalaman, dan kader sendiri. Bukan cabutan, apalagi dari klan kutu loncat.


Edy Baskoro berusia 40 tahun, Willem Wandik (46), dan Marwan Cik Asan (45) adalah para tunas yang mengisi posisi wakil ketua umum. Saat ini, mereka merupakan anggota DPR RI.


Kemudian ada nama Teuku Riefky Harsya yang dipercaya sebagai sekretaris jenderal. Pria berusia 49 tahun ini, juga masih menjadi anggota DPR RI.


AHY paham benar. Menjalani tugas sebagai wakil dan pelayan rakyat tak mudah. Retorika saja masih kurang. Perlu energi besar. 


Tak heran, sang ketua umum memilih para pemuda, yang tentunya berprestasi, guna menemani perjalanannya di Partai Demokrat. 


Di luar dari itu semua, matematika politik tentu juga sudah dilakukan AHY. Mengingat, jumlah pemilih dari kalangan usia 20 tahun, sangat besar.


Dikutip dari infopublik.id, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Viryan Aziz mengatakan, jumlah pemilih berusia 20 tahun mencapai 12.501.278 orang, dan usia 21-30 tahun sejumlah 42.843.792 orang.


Menurut Viryan, jumlah pemilih dengan usia usia 31-40 tahun sejumlah 43.407.156 orang, usia 41-50 tahun sejumlah  37.525.537 orang, dan usia 51-60 sejumlah 26.890.997 orang.


Dari data di atas, sudah terang benderang bahwa suara dari pemuda, sangat-sangat besar. Dan guna menjala suara tersebut, diperlukan tenaga dan pikiran yang besar pula. Maka, sudah benarlah AHY menggandeng pemuda untuk mengisi posisi di Partai Demokrat.



Sekali lagi, kekuatan orang orang muda tak bisa diremehkan. Namun bukan berarti menepikan fungsi para tetua. Mereka tetaplah guru bangsa. 


Dengan kata lain, kekuatan muda sangat diperlukan guna menakhodai sebuah negara. Tapi, dengan catatan, tak sekadar mengandalkan usia saja. Pengetahuan mengenai bagaimana mengelola negara juga mesti dikuasai. Sebab, wajah tampan atau cantik bukan jaminan mensejahterakan rakyat. Setuju?

Share:

Berita Pilihan