Selamat HUT, Untuk Kami: Pojokaltim
Dua tahun sudah perjalanan Pojokaltim mengembara di belantara jagad maya. Berada di tengah-tengah rimbunan media online lainnya.
Sejatinya pepohonan, ada yang terus meninggi, melebar hingga menutupi cahaya matahari.
Ada yang menempel, menumpang atau bahkan jadi benalu. Ada pula yang tumbuh, namun tak besar. Ini bisa karena kekurangan cahaya, atau bisa jadi karena sudah kodratnya segitu tingginya.
Di antara ribuan media online, Pojokaltim tentu bukan apa-apa dan siapa-siapa. Bukan berarti pasrah terhadap kenyataan.
Dari awal berdiri, Pojokaltim memang tidak dan tak akan menempatkan diri berada paling depan. Atau memihak satu pihak. Atau bahkan mencoba menjadi kompetitor agar media online lain kandas.
Tidak. Tidak senaif itu.
Pojokaltim hadir mencoba memberi warna. Mencoba tampil beda. Tapi bukan berarti mencari perhatian.
Di banyaknya suguhan menu utama informasi yang siap dicomot siapa saja, Pojokaltim bisa disebut hanya menyediakan makanan alternatif.
Ada nasi goreng, soto daging, sate, rendang, bakso, dan makanan berat lainnya. Kami, hanyalah pelengkap. Kami bisa saja jadi emping, kerupuk, sambel, acar, kecap manis, bahkan sekadar bawang goreng. Yang mesti tak dikonsumsi banyak, namun dapat menyempurnakan rasa sajian utama.
Filosofi sederhana itulah yang setidaknya hingga 2 tahun perjalanan ini, tetap kami pegang.
Bakal seperti apa Pojokaltim kedepan, siapapun tak ada yang tahu. Bahkan kami sekalipun.
Tetap ada. Mati. Hidup tapi mati. Atau mati tapi hidup. Atau mau mati segan, hidup berat. Kami tak tahu.
Yang pasti, Pojokaltim sudah menjadi bagian belahan jiwa kami. Bukan sekadar menyalurkan hobi menulis. Lebih dari itu.
Pojokaltim tetaplah Pojokaltim. Ia tak semata usaha kami. Ia merupakan rumah kecil, yang siapapun bisa mampir untuk singgah berbasa basi, ikut minum kopi sembari menikmati aneka rebusan atau gorengan.
Bisa juga jika ingin bermalam. Bahkan kalau ingin menetap sekalipun, tak masalah.
Terima kasih atas semua pihak yang telah menopang kaki kami, yang menyediakan bahu untuk kami bersandar, yang memberi seteguk susu, serta yang berkenan menyambut dan menerima kami, hingga 2 tahun perjalanan ini memberi nyawa baru. Sebuah nyawa yang kelak bisa menjadi cahaya, yang setidaknya mampu menerangi pohon pohon kecil yang tak kebagian sinar.