Meraba Covid Di Kegelapan
Entah info Covid-19 mana yang sekarang bisa dipercaya. Di satu sisi, virus yang disebut-sebut berasal dari Wuhan, China itu, benar adanya. Semua mata dunia terbelalak.
Sementara, di sudut lain, sebuah info mencoba meredam laju kabar itu dengan isu bahwa ini semua adalah konspirasi. Mana yang benar?
Data Johns Hopkins University, Rabu (24/06) menyebutkan bahwa penderita sedunia mencapai 9,2 juta jiwa. Padahal pada 28 April sebelumnya, "hanya" 3 juta jiwa saja. Yang meninggal di angka 477.687 jiwa.
Di Tanah Air, per 8 Juni tercatat ada 32.033 kasus. Yang sembuh 10.904 jiwa. Sedangkan yang meninggal 1.883 jiwa. Data mengenai daerah dan negara mana saja, Anda bisa mencarinya di jagat maya.
Angka di atas terbilang besar. Bahkan sangat besar untuk sebuah penyakit baru. Penyebarannya juga luar biasa.
Dari data dan fakta di atas, bagi sebagian orang masih menjadi sebuah pertanyaan besar. Terutama bagi "penganut" atau mereka "penyuka" teori konspirasi.
Mereka yakin, semua ini adalah konspirasi para elit global. Di mana,para elit tersebut ingin mengambil keuntungan. Maka, di "ciptakanlah" virus yang sebenarnya juga sudah di "ciptakan" antivirus nya. Atau vaksin.
Namun, penciptaan, eh sebentar, saya lebih suka memilih kata "dibuat" bukan "diciptakan". Mengingat, hanya yang Maha Kuasa yang bisa mencipta.
Kembali soal penciptaan, eh pembuatan vaksin yang sebenarnya sudah ada. Tinggal menunggu waktu tepat untuk dijual.
Teori konspirasi ini juga banyak tersebar di jagat digital. Teori ini semakin menguat, mana kala tiap ada video yang memuat soal teori konspirasi Covid-19, langsung dihapus oleh administrator.
Ini kian menebalkan rasa kepercayaan bagi mereka bahwa semua ini adalah hoax. Sebuah keyakinan bahwa situasi pandemi ini merupakan settingan para elit global yang ingin meraih keuntungan atau lebih kejam lagi keinginan mengurangi jumlah populasi dunia tanpa jalur peperangan.
Masih ingat film Avanger,s End Game? Ketika Thanos menjentikkan jarinya, maka seketika separuh orang-orang langsung menghilang dari dunia. Film ini juga menguatkan alibi para penganut teori konspirasi.
Masih kurang datanya? Tenang, masih ada. Masih ingat kekhawatiran pemerintah mengenai bakal adanya lonjakan baru penderita usai Lebaran? Apakah sekarang terjadi? Atau memang benar terjadi tapi kita saja yang tidak dapat infonya. Atau bisa saja, memang tidak terjadi apa-apa.
Apapun, semua masih abu-abu. Teringat sinau Cak Nun belum lama ini, yang kurang lebih mengatakan bahwa kita tidak bisa memaksakan kehendak ataupun kepercayaan mengenai pandemi ke orang lain.
Beliau menggambarkan situasi saat ini seperti orang yang tengah di kegelapan. Semua orang mesti hati-hati. Tidak sembrono. Dan ketika jalanpun mesti meraba-raba. Biar tidak menabrak, atau terjatuh.
Tentu masih banyak data dan fakta yang belum atau sudah saya, atau Anda ketahui atau belum mengenai Covid-19. Yang pasti, semua kembali kepada Anda. Mau percaya yang mana, silakan pilih sendiri.
Saya? Saya lebih memilih untuk tetap jalan pelan-pelan sambil meraba-raba di kegelapan sampai nanti ketemu titik cahaya.
Denny Sulaksono

sumber foto: Antara